Kesenjangan Sosial dalam Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit karya Rizqi Turama

 

“Keadilan menjadi barang sukar,

ketika hukum hanya tegak pada yang bayar.”

 

-  Najwa Shihab

 

Rizqi Turama merupakan alumi angkatan 2008, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sriwijaya. Kemudian pengarang melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada Program Pascasarjana Ilmu Sastra dan menyelesaikan studinya pada tahun 2015. Semasa studi Pascasarjana, pengarang menerbitkan dua buah novel bergenre action, yakni Sniper: Man Kill Batallion dan Kampus Elite Berhantu yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh Penerbit Gerrmedia Presindo.

Seorang pengarang berkelahiran Kota Pempek ini, pernah mengikuti Kelas Cerpen Kompas yang dipandu oleh Putu Fajar Arcana dan Joko Pinurbo, pada November 2016 di Borobudur Writer and Cultural Festival. Selain sebagai dosen di Universitas Sriwijaya, pengarang juga aktif di Sanggar EKS dan Komunitas Kota Kata Palembang. Salah satu prestasinya pada tahun 2018, Rizki Taruma kembali menerbitkan buku berjudul Teriakan dalam Bungkam yang diterbitkan oleh Penerbit Hysteria.



Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit bercerita tentang Mek dan suaminya yang seorang perantau. Mereka  hidup bergantung dari mengurus lahan atau tanah Pak Minto. Lahan yang awalnya tidak terurus itu, dimanfaatkan Mek untuk bercocok tanam. Suatu hari Mek tiga kali berturut-turut bermimpi tentang lelaki berpakaian putih. Dalam mimpinya, lelaki itu mengatakan Mek untuk menjadi tukang urut. Ketika menceritakan hal tersebut kepada suaminya, Mek hanya mendapatkan reaksi biasa. Menurut suami, lebih baik memikirkan hal yang lain, seperti mencari pekerjaan baru karena lahan Pak Minto akan dijual untuk dibangun minimarket warabala.

Sulitnya  mencari pekerjaan dan tidak ada lahan yang bisa dikerjakan, akhirnya Mek dan keluarganya memutuskan untuk merantau ke kota provinsi. Di kota provinsi mereka mengontrak petak kecil di sudut gang kumuh. Beberapa hari kemudian, datanglah seorang wanita kaya yang meminta Mek untuk memijit bahunya. Wanita itu berusaha untuk meyakinkan Mek, setelah berulang kali Mek menolak. Namun, ketika Mek dengan senang hati menuruti permintaan wanita kaya untuk mengurut bahunya, dia mengatakan kalau suaminya telah membeli lahan milik Pak Minto dengan harga yang pas untuk dibangun minimarket warabala. Mendengar cerita itu Mek tahu, tinggal satu usapan jempol lagi urat salah tempat yang ada di bahu wanita kaya akan sembuh. Akan tetapi, saat itu juga Mek memutuskan menolak untuk memijit.

Cerita Mek Mencoba Menolak Memijit dianalisis menggunakan kajian kontekstual dan pendekatan sosiologis. Rizqi Turama menggambarkan  fenomena yang terjadi dalam masyarakat yang dikemas secara menarik dan lugas. Dalam cerita, pengarang berupaya menunjukkan keprihatinannya terhadap rakyat kecil, juga teguran gamblang untuk para penguasa.

Secara linguistik Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit banyak menggunakan diksi yang mengandung semantik dan terdapat majas asidenton. Seperti pada kutipan berikut ini.

 

“Panen yang sudah dibayangkan oleh Mek dan suami seketika harus menguap.” (paragraf  17)

Kata menguap pada frasa seketika harus menguap diartikan sebagai hilang atau lenyap dalam sekejap. Kutipan tersebut menjelaskan bagaimana harapan Mek dan Suami terhadap hasil panen tidak sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya. Terjualnya lahan Pak Minto membuat Mek dan suami menanggung rugi yang tidak sedikit.

 

“.... ada tiga puluh menit yang habis di dalam keheningan yang pekat. .... Meskipun begitu, ada kericuhan dan kegaduhan dalam benak masing-masing....” (paragraf 18


Kutipan pada klausa habis dalam keheningan yang pekat, dapat dimaknai bahwa saat itu Mek dan suami sama-sama diam, tidak mengeluarkan sepatah-katapun. Keduanya merenungi dan berbicara pada diri masing-masing, yang dijelaskan pada kutipan berikutnya yakni ada kericuhan dan kegaduhan dalam benak masing-masing.

 

 “.... Tangan mereka telah terbiasa mencangkul, memupuk, menyiangi.....” (paragraf 21)

Kutipan tersebut termasuk dalam majas asindenton, yakni majas retorika yang menggunakan kata atau frasa, baik benda, hal, peristiwa maupun keadaan yang sederajat secara berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung, melainkan hanya menggunakan tanda koma sebagai pemisah (Santosa, 1996:148). Majas tersebut terdapat pada kata mencangkul, memupuk, menyiangi. Ketiga kata itu merupakan verba yang menegaskan bahwa Mek dan suami merupakan seorang petani yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan yang telah disebutkan dalam cerpen. Sehingga, penggunaan diksi dalam cerpen menjadi lugas dan selaras.


Penindasan Terhadap Rakyat Kecil

Cerpen Mek Menolak Untuk Memijit karya Rizki Taruma pada dasarnya menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis (the sosiological approach) menurut Semi (1989:46) adalah pendekatan yang bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Melalui sastra pengarang mengungkapkan tentang suka duka kehidupan masyarakat yang mereka ketahui dengan sejelas-jelasnya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Santosa  (1996:35-36) bahwa kritik sastra sosial adalah kritik sastra yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Jenis kritik sastra ini ditelaah melalui segi-segi sosial kemasyarakatan, misal memfokuskan masalah kandungan sosial karya sastra dari segi pendidikan, lembaga perkawinan, ideologi, politik, pemerintahan, dan ekonomi.

Pada cerpen ini menceritakan kehidupan tokoh Mek dan suami yang memutuskan merantau untuk mengadu nasib. Akan tetapi, kota perantauan yang dituju  juga tidak memberikan perubahan yang berarti untuk keluarga Mek.

 

lahan itu sudah dijual. Ada orang yang mau membangun minimarket warabala di sana. Kabarnya satu atau dua bulan lagi pembangunan akan dimulai.” (paragraf 15)

Kutipan di atas merupakan ucapan dari pemilik lahan yang berkunjung ke rumah Mek. Pemilik lahan yang bernama Pak Minto mencoba mengatakan bahwa tanah atau lahan yang diurus Mek dan suami sudah dijual dan akan segera dibangun minimarket waralaba. Meski sebelum pulang Pak Minto memberi uang ganti rugi atas tanaman yang akan dipanen, namun uang tersebut tidak bisa menutupi kerugian Mek bila dibandingkan dengan hasil panen.

Kutipan tersebut juga membuktikan adanya penindasan terhadap rakyat kecil seperti Mek. Pembangunan yang dilakukan secara berkala dan telah menjamur bahkan pada pelosok-pelosok daerah, membuat posisi rakyat kecil semakin tergusur. Lahan-lahan yang biasanya dimanfaatkan untuk bercocok tanam dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kini telah berubah wujud. Lahan berubah menjadi bangunan yang merujuk pada kegiatan monopoli. Sehingga rakyat kecil semakin kehilangan kesejahteraan kehidupannya, akan tetapi penguasa akan terus menguasai.

 

Kesenjangan Sosial

Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidakseimbangan sosial yang ada dalam masyarakat yang menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Fenomena ini terjadi di hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk, menjadi salah satu faktor  terjadinya kesenjangan sosial. Sehingga muncul berbagai permasalahan seperti kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan.

Dalam karya Rizqi Turama ini, kesenjangan sosial seolah menjadi ciri khas dalam cerita. Pengarang menunjukkan kondisi sosial yang kontras. Salah satu penggalan, terdapat pada kutipan berikut.

 

“Tolonglah. Aku akan bayar lebih mahal ketimang rumah spa langgananku. Sembuhkanlah bahuku, Mek,” wanita itu bertutur lancar.” (paragraf 34)

Dalam cerita, wanita–istri pengusaha muda kaya datang menemui Mek, meminta untuk diurut bahunya. Namun ketika itu Mek menolak, karena dia sama sekali tidak tahu cara untuk mengurut. Namun, dengan bujuk rayu yang dilakukan wanita itu sembari mengeluarkan dua lembar kertas berwarna merah sebagai uang muka, akhirnya Mek mempersilakan wanita itu merebah disatu-satunya kasur tipis di rumahnya.

Seperti tidak dapat diselesaikan, masalah ekonomi menjadi permasalahan yang sulit untuk dipecahkan. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan pemerataan ekonomi seolah menjadi wacana tanpa ada realisasi yang berarti. Tingkat pengangguran dan sulitnya lapangan pekerjaan, khususnya bagi masyarakat kecil menjadi momok yang selalu tumbuh subur.

Begitu pun yang ditulis oleh pengarang Mek Mencoba Menolak Memijit, kesenjangan ditunjukkan ketika Sang Wanita dengan segampangnya memberikan uang kepada Mek, bahkan akan berniat membayar mahal Mek.  Namun berbanding terbalik dengan kondisi Mek dan suami. Tempat tinggal mereka tergusur, kesulitan dalam mencari pekerjaan. Mencari sumber penghasilan lain selain mencangkul, memupuk, menyiangi tidaklah mudah untuk mereka. Keterbatasan pengetahuan, keterampilan membuat Mek dan suami tersisih.

Bukan hanya itu, suami wanita kaya itu pun dengan mudah bernegosisi dengan Pak Minto dalam transaksinya membeli lahan. Uang–kini seolah menjadi benda kesepakatan, menjadi tanda jadi, tanda damai meski mempunyai dampak yang tidak pernah terduga.

 

Adab dan Budaya

Adab adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama agama Islam. Namun, kata adab tidak dikhususkan dalam agama Islam saja, karena secara umum adab mengenai sopan santun. Kata budaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : pikiran; akal budi: dan  adat istiadat.

Dalam cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit terdapat adab dan budaya yang ditunjukkan oleh pengarang. Meski tidak terlalu menonjolkan hal tersebut dapat dilihat melalui kutipan berikut.

 

“Mek diam. Menatap lantai rumah.” (paragraf 10)

Kutipan di atas menceritakan Mek yang bercerita kepada suami tentang mimpi lelaki berbaju putih selama tiga hari berturut-turut, yang di dalam mimpi lelaki itu mengatakan bahwa Mek akan menjadi tukang urut. Mendengar cerita itu, suami Mek hanya menarik napas dalam-dalam. Mek hanya mendapatkan reaksi biasa. Menurut suami, lebih baik memikirkan hal yang lain, seperti mencari pekerjaan baru. Karena sudah tiga kali pula suami Mek ditolak kerja di tempat orang. Mendapatkan ungkapan seperti itu, Mek diam dan menatap lantai rumah.

Dalam kalimat Mek diam. Menatap lantai rumah. Menunjukkan adap Mek terhadap suami. Hal tersebut digambarkan dalam gerak atau tingkah laku Mek. Tidak membantah, tidak menyanggah ataupun tidak membalas balik apa yang dikatakan suami kepada Mek adalah sikap sopan santun. Ketika itu, Mek berusaha menjaga perasaan suami yang sedang mendapatkan tekanan dalam pikirannya.

Cerita Mek Mencoba Menolak Memijit juga terdapat nilai budaya. Pada hal ini, pengarang menjelaskan melalui kebiasaan tokoh dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti yang terdapat pada kutipan berikut.

 

“.... Tangan mereka telah terbiasa mencangkul, memupuk, menyiangi. Sementara lahan semakin sempit dan kebun orang lain sudah punya penggarapnya sendiri.”  (paragraf 21)

Kutipan di atas menceritakan bahwa Mek dan suami kesulitan mencari pekerjaan setelah lahan Pak Minto dijual untuk dijadikan minimarket waralaba. Sebagai rakyat kecil yang hanya memiliki kemampuan terbatas dan hanya mengandalkan tenaga, mencangkul, memupuk, menyiangi merupakan hal biasa yang dilakukan mereka. Seperti sebelum lahan itu dijual, mereka memanfaatkan lahan Pak Minto dengan menanam beberapa tanaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Ketiga kata mencangkul, memupuk, menyiangi, merupakan ciri khas atau kegiatan khas dari seorang petani. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa ketiga kata verba itu merupakan kebiasaan dari masyarakat tertentu khususnya rakyat kecil yang memiliki profesi sebagai petani.

Rizqi Turama membungkus ide cerita dengan melihat fenomena sosial sekitar. Dengan bahasa yang mudah dipahami meski ada beberapa klausa dan frasa yang mengandung unsur semantik dan sebuah majas asendenton. Akan tetapi secara keseluruhan bahasa yang digunakan menggunakan kata denotatif. Pengarang menggunakan konteks bahasa yang sesuai dengan porsi masyarakat menengah ke bawah yang menggunakan bahasa sehari-hari.

Konteks ideologi yang terdapat pada cerpen  Mek Mencoba Menolak Memijit menggunakan ideologi feodalisme. Hal tersebut ditunjukkan ketika Pak Minto sebagai tuan tanah meminta Mek dan keluarga untuk segera pindah dari tempat tinggalnya, dan meminta kembali lahan untuk dibangun minimarket waralaba. Juga ketika, wanita–istri dari pemuda kaya meminta Mek untuk mengurut bahunya yang sakit, dia dengan mudah menyodorkan uang sebagai uang muka.

Dalam cerpen ini ada bentuk penyimpangan terhadap bahasa yang terdapat pada unsur dialek. Dialek itu sendiri dapat dipahami sebagai adanya perbedaan variasi bahasa yang disebabkan oleh penutur (Nurgiantoro, 2017). Cerpen Mek Mencoba Menolak Memijit terdapat satu kata dialek jawa, yakni kata “Kutambahi” dalam bahasa Jawa yang merupakan deviasi terhadap literatur. Secara tata bahasa yang benar bukan menggunakan sufiks –i melainkan sufiks –kan, yakni “kutambahkan”.

Rizqi Turama sebagai pengarang memposisikan dirinya dengan mengambil sudut pandang terhadap rakyat kecil. Dia mencoba menggambarkan kondisi sosial utamanya kesenjangan sosial ekonomi yang kontras pada masyakat. Pembangunan minimarket waralaba yang semakin hari menjamur di lingkungan pelosok-pelosok negeri, mengurangi dan bahkan menyisihkan para pedagang kelontong. Fenomena ini yang mungkin membuat pengarang menuliskan cerita mengenai keresahan yang terjadi pada masyarakat kecil. Pengarang berusaha mencerminkan kondisi sosial melalui karya, sebagai salah satu petisinya dalam memerangi kesenjangan sosial atau fenomena yang terjadi saat ini.

 

 

 

 

Daftar Bacaan

Santosa, Puji. 1996. Pengetahuan dan Apresiasi Kesusastraan dalam Tanya Jawab. Flores: Nusa Indah.

Semi, Atar.1989.Kritik Sastra.Bandung: Penerbit Angkasa.

Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Stilistika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Turama, Rizqi.2019.Mek Mencoba Menolak Memijit. Kliping Sastra.11 Februari 2019.https:// klipingsastra.com /id / mek-mencoba-menolak-memijit.html, diakses 25 Maret 2019.

https://id.wikipedia.org/wiki/Adab, diakses pada 20 April 2019.

http://jagokata.com/kata-bijak/kata-keadilan.html, diakses 19 April 2019.

Kristya, Ananta.2014.Kesenjangan Sosial di Masyarakat Indonesia.Kompasiana.com.29 Desember 2014.https://www.kompasiana.com/anantatk/54f919e6a33311f9028b4794/kesenjangan-sosial-di-masyarakat-indonesia, diakses pada 18 April 2019.


Hikmatul Ika

Manusia yang menyukai dunia kepenulisan, baik sebagai blogger dan Pengarang.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form