KAJIAN STILISTIKA DALAM CERPEN SAAT AYAH MENINGGAL KARYA DJENAR MAESA AYU

Menurut Nurgiantoro (2002:9) cerita pendek (disingkat: cerpen; Ingris: Short story) merupakan bentuk karya sastra yang disebut fiksi. Santosa (1996:98) menyebut cerita pendek adalah ragam cerita rekaan yang memiliki ciri-ciri (1) kisahan yang memunculkan kesan tunggal dan dominan tentang satu tokoh, satu latar, dan satu situasi dramatik; (2) bentuknya sederhana karena kurang dari 10.000 kata; (3) berisi satu ide pusat dan tidak diberi kesempatan memunculkan ide sampingan; (4) dimensi ruang dan waktu lebih sempit bila dibandingkan dengan novel; (5) hanya menceritakan satu kejadian yang paling menarik. Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa cerita pendek merupakan karya sastra fiksi yang hanya bisa dibaca sekali duduk.

Karya sastra salah satunya cerpen diciptakan berdasarkan unsur-unsur pembangunnya. Unsur-unsur tersebut berupa unsur instrinsik dan ekstrinsik. Selain adanya sebuah konflik ataupun tema, karya sastra akan menarik apabila menggunakan gaya bahasa maupun diksi yang sesuai. Gaya bahasa bukan hanya sebagai estetika dalam karya sastra tetapi juga berfungsi sebagai alat penyampai pesan pengarang terhadap pembaca. Makalah ini dibuat disebabkan gaya bahasa menjadi salah satu unsur yang penting dan menarik untuk dibahas dalam karya sastra. Selain itu beragamnya gaya bahasa masih belum sepenuhnya diketahui oleh siwa, sehingga penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan materi ajar untuk SMA kelas XII pada pembelajaran Apresiasi Sastra.


Gaya Bahasa

Gaya bahasa dikenal dengan istilah style. Gaya bahasa style menjadi bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa, atau klausa tertentu. Menurut Gorys Keraf (2002:113) Style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa.

Gorys Keraf (2002: 124-145) membagi gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat yang meliputi: (1) klimaks; (2) antiklimaks; (3) paralelisme; (4) antitesis; dan (5) repetisi (epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanolepsis, dan anadiplosis). Kemudian berdasarkan langsung tidaknya makna, meliputi: (1) gaya bahasa retoris terdiri dari aliterasi, asonansi, anastrofa, apofasis (preterisiso), apostrof, asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes, histeron prosteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis, erotesis, silepsis dan zeugma, koreksio, hiperbola, paradoks dan oksimoron; (2) gaya bahasa kiasan, meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdok, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme dan sarkasme, satire, innuendo, dan antifrasis.



Adapun gaya bahasa dalam Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu sebagai berikut.

Simile

Simile adalah sebuah majas yang mempergunakan kata-kata pembanding langsung atau eksplisit untuk membandingkan sesuatu yang dibandingkan dengan pembandingnya (Nurgiantoro, 2017:219). Baldic (dalam Nurgiantoro, 2017:219) mengemukakan bahwa simile adalah suatu bentuk pembandingan secara eksplisit diantara dua hal yang berbeda yang dapat berupa benda, fisik, aksi, perbuatan, atau perasaan yang lazimnya memakai kata-kata pembanding eksplisit tertentu.

Dalam cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu, majas simile terdapat pada data berikut ini.

 

Data 1

.... “Pertanyaan-pertanyaan. Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci. Melengking dengan notasi tinggi sebelum menggelegar, bergetar di langit hitam yang mendadak warna-warni....” (paragraf tiga)

 

Data 1 yang menunjukkan majas simile pada kalimat kedua, Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci, yakni pada kata bagai. Kata bagai merupakan kata untuk menyatakan perbandingan. Pada data 1, tokoh aku membandingkan pertanyaan-pertanyaan dari orang-orang yang melayat itu seperti suara ledakan kembang api.

 

Data 2

.... “Ibu bak raib ditelan bumi.”.... (paragraf lima)

 

Data 2 yang menunjukkan majas simile pada kata bak. Kata bak juga merupakan kata perbandingan. Dalam data 2, Sang tokoh aku menyebut bahwa ibunya menghilang seperti raib ditelan bumi.

 

Data 3

.... “Mata-mata itu bagai lampu suar yang menyorot ke satu obyek.” .... (paragraf tujuh)

 

Data 3 yang menunjukkan majas simile pada kata bagai. Kata bagai merupakan kata untuk menyatakan perbandingan seperti. Pada data 3, tokoh aku membandingkan mata-mata dari orang-orang yang melayat itu seperti lampu suar yang menyorot ke satu objek. Sedangkan objek yang dimaksud oleh tokoh aku adalah tokoh aku sendiri.

 

Repetisi

Repetisi adalah pengulangan kata atau kelompok kata (Nyoman, 2013:441). Gaya repetisi yang mengandung berbagai unsur pengulangan tersebut, misalnya kata-kata atau frase tertentu, lazimnya dimaksudkan untuk menekankan dan menegaskan pentingnya sesuatu yang dituturkan.

Dalam cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu, repetisi terdapat pada data berikut ini.

.... “Dan seketika dunia saya jungkir balik. Pagi hari lebih menyerupai malam hari. Gurat senja lebih menyerupai lukisan nestapa. Kelopak bunga lebih menyerupai kelopak mata luka. Rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan. Dan para tamu itu, lebih menyerupai hantu.”.... (paragraf delapan)

Data di atas yang termasuk repetisi yakni pada kata menyerupai. Kata menyerupai muncul ditiap kalimat dalam satu paragraf. Pengulangan kata menyerupai pada cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia ini, pengarang berusaha  menekankan dan menegaskan latar yang sedang dialami oleh tokoh itu penting, karena dapat mendukung situasi dalam cerita.

 

Paralelisme

Paralelisme adalah sebuah teknik berbicara, bertutur, atau bereskspresi yang banyak dipakai dalam berbagai ragam bahasa (Nurgiantoro, 2017:252).  Paralelisme menurut Nyoman (2013:441 adalah kesejajaran kata-kata atau frasa, dengan fungsi sama.

Dalam cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu, paralelisme terdapat pada data berikut ini.

.... “menubruk, memeluk, dan menangis”.... (paragraf empat)

Data di atas yang termasuk paralelisme yakni pada frasa menubruk, memeluk, dan menangis. Disebut sebagai paralelisme, karena pada bagian ini penulis berusaha membuat teknik berbicara dan bereskpresi dengan menggunakan kreatifitas tipografi bunyi, dengan fungsi yang sama yakni sama-sama merupakan kata verba.

 

Efek Estetis dalam Karya Sastra

Keindahan bahasa untuk ragam bahasa sastra haruslah dicari pada karakteristik bahasa sastra. Bahasa sastra memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dengan ragam bahasa lain. Hal itu disebabkan wujud bahasa sebagaimana cirinya yang dipandang sudah memenuhi tuntutan keindahan. Artinya, bahasa sastra yang memiliki karakteristik seperti yang dimaksud dapat dinyatakan indah. Secara lebih konkret dan rinci, kriteria keindahan bahasa dalam teks kesastraan ada empat belas kriteria. Namun, sebelumnya perlu ditegaskan bahwa kriteria itu bukan merupakan sesuatu yang eksak karena pengucapan bahasa dapat disiasati dengan banyak cara.

Menurut Nurgiantoro (2013:107), kriteria tersebut yakni, (1) bahasa haruslah mencerminkan karakteristik bahasa sastra, (2) keaslian dan kebaruan amat penting, bahasa sastra tidak mungkin hanya mengulang-ulang bentuk yang sudah ada, (3) kreativitas bahasa, (4) adanya deotomatisasi bahasa, (5) adanya penyimpangan (deviasi), (6) tidak harus tunduk pada kaidah bahasa (gramatikal), (7) penggunaan ungkapan bermakna konotatif, (8) ada tarik-menarik antara pemertahanan dan pelanggaran konvensi, (9) adanya efek estetis, (10) semua komponen kebahasaan didayakan dan difungsikan untuk mencapai tujuan dan efek tertentu, (11) makna lebih sering menunjuk pada the second semiotic system, intensional meaning, makna yang ditambahkan, namun itu bukan keharusan, (12) Keseimbangan antara unsur bentuk dan isi sangat diutamakan, (13) Aspek bunyi berperan penting dan amat menentukan keindahan puisi, (14) secara keseluruhan teks sastra yang tersaji di hadapan pembaca itu mampu menyenangkan, menggetarkan, menyentuh, dan memberi kepuasan.

Adapun efek estetik atau keindahan dalam Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu terdapat kriteria sebagai berikut.

  •  Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu mencerminkan komponen kebahasaan didayakan dan difungsikan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut ditunjukkan dalam beberapa gaya bahasa yang digunakan Djenar dalam karyanya. Misalnya pada majas simile data (1) Pertanyaan-pertanyaan. Yang semua terdengar bagai suara ledakan kembang api yang selalu saya benci. Kata bagai didayakan sebagai bentuk penekanan pengarang terhadap situasi yang dirasakan oleh tokoh. Hal tersebut difungsikan untuk menunjukkan ketidaksukaan tokoh terhadap pertanyaan-pertanyaan peziarah kepada tokoh aku.
  •  Secara umum bahasa itu haruslah mencerminkan karakteristik bahasa sastra. Dalam  Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu sudah mencerminkan karakteristik bahasa sastra, yakni penggunaan kata bagai, bak. Kata bagai dan bak merupakan salah satu ciri khas bahasa sastra. Penggunaan kata tersebut akan membuat karya khususnya sastra menjadi memiliki estetika. Baik dalam estetika penulisan, pengucapan dan deskripsi cerita.

 

Pemanfaatan Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa Ayu sebagai Materi Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA

Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa  Ayu dapat digunakan sebagai alternatif materi pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA, khususnya Kelas XII pada KD 3.4 Menganalisis kebahasaan cerita atau novel sejarah. Pada KD 3.4 ini, siswa dapat menganalisis kebahasaan dalam Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia. Dengan mencermati gaya bahasa yang digunakan pengarang atau mencari kebahasaan yang menonjol dalam cerita dan diksi dalam cerita.

Dari membaca Cerpen Saat Ayah Meninggal Dunia karya Djenar Maesa  Ayu, diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang gaya bahasa yang terdapat dalam karya sastra. selain itu diharapkan mampu mengenal lebih jauh ciri khas atau identitas dari Djenar Maesa Ayu yakni sebagai seorang pengarang wanita yang mempunyai aliran feminis.

 


Referensi:

Gorys Keraf. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Maesa Ayu, Djenar.2018. Saat Ayah Meninggal Dunia.Lakon Hidup.https://lakonhidup.com/2018/04/15/saat-ayah-meninggal-dunia/. Diakses pada 30 Mei 2019.
Nurgiantoro, Burhan. 2017. Stilistika. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Nurgiantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Santosa, Puji. 1996. Pengetahuan dan Apresiasi Kesusastraan. Flores: Penerbit Nusa Indah.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
             

Hikmatul Ika

Manusia yang menyukai dunia kepenulisan, baik sebagai blogger dan Pengarang.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form