Resensi Cinta dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia

 “pergilah ke mana  engkau mau

biar aku yang membasuh lukamu,”

Begitulah kata pembuka yang terdapat dalam cover Novel Cinta dalam 99 Nama-Mu karya Asma Nadia. Kemudian, di bawah ini resensinya. Semoga bermanfaat.



Identitas buku
Judul Novel    Cinta dalam 99 Nama-Mu
Pengarang       : Asma Nadia
Penerbit          : Republika Penerbit
Cetakan          : I, April 2018
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal               : vi +307 hlm.

Kepengarangan

Asma Nadia dikenal sebagai salah satu penulis best seller paling produktif di Indonesia. Sudah lebih dari 50 buku  yang diterbitkan dalam bentuk novel, kumpulan cerpen, dan nonfiksi. Sejak 2011, sang penulis menjadi kolumnis tetap rubrik Resonansi di harian nasional Republika, setiap hari Sabtu.

Berbagai penghargaan di bidang penulisan diraihnya. Selain itu Komunitas Internasional mengakui kiprah ibunda dari Putri Salsa dan Adam Firdaus ini. Sang penulis tercatat sebagai salah satu dari 500 muslim paling berpengaruh di dunia, 2013 dan 2014.


Sinopsis

Cinta dalam 99 Nama-Mu bercerita tentang dua orang pemuda pemudi yang mempunyai latar belakang dan masalah yang berbeda. Tokoh pertama adalah Arum–gadis muslimah yang baik hati dia suka membantu orang lain, dan seorang pekerja sosial di tempat ayahnya bekerja. Dia menyukai anak-anak dan membuat rumah singgah untuk anak-anak jalanan yang ingin belajar, khususnya agama. Arum adalah seorang anak tunggal dari sebuah keluarga yang berkecukupan. Ayahnya adalah seorang penjaga di tahanan sedangkan ibunya seorang dokter. Tidak ada yang salah memang dalam menghitung berapa jumlah harta yang dimiliki oleh keluarga Arum, namun yang terpenting bagaimana kondisi keluarga itu sehari-hari. Bagaimana ayah dan ibunya yang selalu berbeda tujuan, bagaimana ibunya yang selalu memperiotaskan gengsinya kepada rekan kerja, dan hal lain. Kadang pertengkaran kedua orang tua itu membuat Arum sedih, terlebih lagi mengenai kondisinya yang sejak kecil telah mengidap kanker tulang. Namun penyakit yang dialami tidak menyurutkan Arum untuk berbuat baik, penyakit membuat dia menyadari bahwa manusia pasti memiliki akhir dari perjalanannya di dunia.

Tokoh kedua adalah Alif–anak tunggal dari mantan seorang pejabat  yang memiliki hobi melukis mural. Alif memiliki banyak penggemar wanita meski sejatinya dia adalah bad boy yang bergaul dengan dunia hitam. Akan tetapi tidak satupun wanita yang benar-benar dia cintai.  Alif kehilangan arah, ketika ibunya meninggal. Terlebih masalah semakin pelik ketika ayahnya juga menyusul. Alif difitnah oleh saudaranya yang ingin menguasai harta warisan dan mencebloskan Alif ke penjara.

Di dalam penjara itulah, Alif dan Arum menjadi dekat. Keduanya saling melengkapi kekosongan ruang batin sembari lebih mengenal nama-nama Sang Pemilik Hati. Namun kebahagiaan tetaplah tidak selamanya menetap. Ketika Alif sudah memantapkan hatinya kepada Arum, hati Arum semakin goyah. Bukan karena dia sudah tidak peduli lagi dengan Alif. Bukan karena dia tidak mempunyai perasaan yang sama. Namun waktu terbatas yang dimiliki Arum, akibat penyakit yang dideritanya, membuat dia harus memilih melepaskan atau menggenggam Alif.

Lantas apa yang akan Arum pilih? Melepaskan atau menggenggam tangan Alif?

Seperti yang sudah kekalian ketahui, bahasa yang digunakan oleh Bunda Asma Nadia sederhana dan lugas. Bahkan banyak sekali hal-hal yang dapat dipetik hikmahnya dari setiap karya-karya beliau. Salah satu hal yang bisa diteladi dari novel ini adalah, jangan menyerah Allah selalu bersama kita, bagaimana pun kondisinya. Keep Spirit!

Hikmatul Ika

Manusia yang menyukai dunia kepenulisan, baik sebagai blogger dan Pengarang.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form