Pemaknaan Diri sebagai Manusia (Review Yang Bertahan dan Binasa Perlahan karya Okky Madasari)

Okky Madasari terasa enggak asing dalam ingatan saya, antara pernah dengar atau enggak sengaja membaca namanya disuatu tempat. Namun satu hal yang pasti, dia seseorang yang berhasil menarik perhatian saya!

Ketika membaca blurb buku “Yang Bertahan dan Binasa Perlahan” yang bertuliskan, “CERITA-CERITA DALAM BUKU INI HANYA SATU UPAYA KECIL UNTUK MENGHAYATI MAKNA KITA SEBAGAI MANUSIA” langsung membuat saya membatin, wah ini nih! Sebab menjadi salah seorang yang sering mempertanyakan tentang diri sebagai MANUSIA, tentu pernyataan tersebut membuat saya terpikat.

Why? Pertanyaan sebagai manusia, bagi saya merupakan suatu hal kompleks yang hubungannya enggak bisa dipecah belah. Baik hubungan antara manusia dengan Tuhan, diri sendiri, sosial maupun lingkungan. Oleh sebab itu, kadang dari berbagai pertanyaan tersebut belum menemukan jawaban yang pas.  *ah dasar manusia, belum juga puas! Rumit.

Fyi, Okky Puspa Madasari atau Okky Madasari merupakan seorang pengarang yang lahir pada 30 Oktober 1984. Selain sebagai pengarang, dia juga seorang peneliti dan jurnalis. 

Pengarang kelahiran Magetan ini mulai menulis sejak tahun 2010 sampai sekarang banyak dari karya-karyanya yang menyuarakan tentang kritik sosial, pertanyaan kekinian, pertarungan manusia dengan diri sendiri dan lingkungan.

Adapun karya-karya Okky diantaranya Entrok (2010), 86 (2011), Maryam (2012), Pasung Jiwa (2013) Kerumunan Terakhir (2016), Yang Bertahan dan Binasa Perlahan (2017), Mata di Tanah Melus (2018), Mata dan Rahasia Pulau Gapi (2018) dan Mata dan Manusia Laut (2019).

Pada tahun 2012 Okky mendapatkan penghargaan sebagai pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa dari Novel Maryam. Saat itu dia berusia 28 tahun, dan menjadi pemenang termuda.

Buku Yang Bertahan dan Binasa Perlahan adalah buku pertama karya Okky yang saya baca. Dengan menyuguhkan konflik yang kompleks juga pengambilan tema-tema menarik, sepertinya karya lainnya juga akan menjadi incaran saya.

Review Yang Bertahan dan Binasa Perlahan Okky Madasari

Buku ini merupakan kumpulan cerita yang terdiri dari 19 cerita. Kumpulan cerita tersebut ditulis okky selama satu dekade (2007–2017). Yang Bertahan dan Binasa Perlahan diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama pada 2017 dan merupakan cetakan pertama dengan tebal ± 196 hlm.

Memangnya Yang Bertahan dan Binasa Perlahan bercerita tentang apa sih?

Sebelumnya telah disinggung sedikit tentang buku ini, bila sang penulis sendiri menjelaskan bila Yang Bertahan dan Binasa Perlahan merupakan sekumpulan cerita untuk menghayati pemaknaan kita sebagai manusia. Sang penulis mendeskripsikan dan mengaplikasikan pada cerita seorang kepala keluarga bernama Bandiman beserta lingkungannya.

Bandiman merupakan orang gunung di Giriharjo. Sejak lahir  dia hanyalah anak kampung yang desanya jarang dijamah orang luar, sebab jalanannya yang susah diakses. Namun bukan hanya Bandiman, masyarakat pun hanya keluar pergi ke pasar untuk menjual hasil panen dan membeli kebutuhan pokok. Selebihnya mereka tidak kemana-mana, tidak kenal kehidupan perkotaan Jakarta, Surabaya, sebab  tempat paling jauh yang mereka kunjungi hanyalah pasar kecamatan.

Sebagai kepala keluarga, dia merasa bertanggung jawab untuk mensejahterakan keluarganya dari himpitan ekonomi. Sebab dari awal menikahi istrinya Bandiman bergantung kepada ibu mertuanya. Memang dia seorang laki-laki, tapi tak pandai mencari uang yang membuat ibu mertuanya sering menyerapahinya. Suatu ketika muncul satu keinginan Bandiman untuk pergi dari kampunya dan memutuskan untuk mengikuti transmigrasi ke Kalimantan.

Kehidupan sehari-hari sebagai orang gunung yang bekerja di punggung Gunung Lawu, tentu membuat perjalanan ke tempat transmigrasi begitu melelahkan. Dari satu kota di transfer ke kota lain, dari satu kendaraan ke kendaraan lain. Perjalanan ditempuh berjam-jam, berhari-hari. Melintasi pulau-pulau, hutan yang terasa tak ada ujung dan begitu asing.

Dalam perjalanan inilah, Bandiman banyak merenung. Dia sering mempertanyaan tentang keputusan yang diambilnya apakah sudah benar atau tidak? Tentang kekhawatirannya di tempat baru; apakah dia dan keluarganya bisa bertahan di tempat asing? Apakah tempat itu bisa mengubah nasibnya? Sayang, Bandiman belum bisa menemukan jawabannya.  

Saat sampai di tempat tujuan, mereka sangat bersuka cita. Di satu pulau kecil tersebut mereka akan mengadu nasib. Sebuah tempat yang akan menjadi masa depan gemilang Bandiman dan para transmigrasi lainnya. 

Namun hingga dihari-hari kemudian, bantuan bahan pokok dari pemerintah sudah menipis. Mereka perlu mencari peruntungan lain. Ingin bertani? Tentu tidak memungkinkan, butuh berbulan-bulan mereka menunggu hasil panen, sedangkan mereka sudah terdesak. Apalagi tanah di tempat ini tidak sesubur di Jawa. Para kepala keluarga pun telah mencari peruntungan mencari ikan, tapi hasilnya hanya cukup perseorangan. 

Dari kekacauan untuk bertahan hidup, Bandiman–seorang yang dulu dianggap tidak bisa apa-apa di kampunya, berinisiatif mengajak para kepala keluarga berburu ke hutan. Dari sekian kepala keluarga, Bandiman menjadi satu-satunya orang dari gunung. Kehidupannya di pedalaman gunung membuat mereka percaya dan menggantungkan harapan padanya. Meski sebagai orang gunung, ini pertama kalinya Bandiman berburu dan dipercaya. Beruntung, mereka berhasil menangkap hewan buruan. Sebagai orang baru, mereka tidak serta merta menangkap dengan serakah. Mereka hanya memburu sekadar keperluan satu kampung pendatang yang sudah kelaparan. 

Entah bagaimana menemukan cara untuk menutupi berbagai lubang pertanyaan tentang pemaknaan sebagai manusia. Apakah secara perlahan, setelah melalui berbagai arus kehidupan ini? 

Kalau teman-teman cermati kover bukunya, menurut saya cukup relevan dengan judulnya. Yang Bertahan dan Binasa Perlahan–seolah-olah sebagai manusia kita hanya perlu giliran untuk bertahan. Ya, bertahan menunggu giliran menemukan berbagai jawaban.

Bila mengamati sosok Bandiman, dalam perjalanan transmigrasi ini mampu membuatnya menjadi manusia seutuhnya. Sebab, tanpa disadari dia mampu bertahan dari tekanan-tekanan, seperti mencoba mengikhlaskan putri kecilnya yang meninggal dalam perjalanan.  Memberikan alternatif cara bertahan hidup dengan berburu sehingga dapat apresiasi dari teman seperjuangan. Meski adakalanya akan binasa; Bandiman mencoba bertahan melalui peruntungannya sebagai orang gunung.

Hikmatul Ika

Manusia yang menyukai dunia kepenulisan, baik sebagai blogger dan Pengarang.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form