ASAL USUL UPACARA KASADA


Paparan Lokasi

Upacara Kasada dilaksanakan di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Paparan data bersumber dari “Inside Indonesia” CNN Indonesia. Upacara Kasada merupakan tradisi suku Tengger di Kabupaten Probolinggo, Lumajang, Pasuruan dan Malang sebagai ungkapan syukur.

Paparan data

Upacara Kasada atau Yadnya Kasada merupakan sebuah tradisi orang suku Tengger, yang berupa sasembahan untuk Sang Hyang Widhi. Pada hari ke-14 dalam kalender Jawa yakni bulan Kasada. Masyarakat Tengger mempunyai ritual sendiri, dua hari menjelang Upacara Kasada masyarakat Tengger memadati Pura Luhur Poten untuk menyiapkan ritual pembuatan sesaji diantaranya berupa buah-buahan, sayur, pisang raja, dan kelengkapan sego goloh. Meski memiliki ritual sendiri, Weda tetap menjadi rujukan kitab suci dan sembahyang.

Selain menyiapkan ritual sesajen, ada satu persiapan lainnya sebelum melaksanakan upacara Kasada yakni ritual doa-doa dan tari, bertujuan untuk mengundang para dewa hadir dalam upacara Kasada dan berkenan untuk keseimbangan di dunia dan akhirat. Setelah sesajen disucikan, warga suku Tengger mengarak sesajen lalu melemparkan ke dalam kawah sebagai pengantar harapan akan hidup yang lebih makmur.

Tomo–Kepala Dukun Suku Tengger Jati dalam CNN Indonesia mengatakan bahwa dalam satu tahun Saka, Suku Tengger melaksanakan enam kali upacara. Pertama upacara karo, disebut upacara karo karena dilaksanakan pada bulan kedua. Kata karo artinya dua dalam bahasa Jawa. Kedua, upacara pujan kapat adalah upacara yang dilaksanakan pada bulan keempat. Pujan yang memiliki arti puji dan kapat yakni empat. Kemudian pujan kapitu yang memiliki arti puji ke tujuh, adalah upacara yang dilaksanakan pada bulan ketujuh. Selanjutnya pujan kawolu yang memiliki arti puji kedelapan, adalah upacara yang dilaksanakan pada bulan kedelapan. Kemudian pujan kasanga (puji kesembilan) upacara yang dilakukan pada bulan kesembilan), yang terakhir adalah upacara Kasada. Adapun inti dari upacara Kasada adalah pertama memuja kepada Yang Kuasa, kedua kepada leluhur, ketiga alam semesta.
Tradisi upacara kasada bukanlah tradisi yang semena-mena ada, akan tetapi upacara Kasada adalah sebuah upacara untuk menghormati leluhur suku Tengger. Cerita tentang suku Tengger mempunyai beberapa versi yang pertama bahwa jauh sebelum Majapahit runtuh di kawasan Tengger sudah terdapat komunitas penduduk yang hidup secara teratur. Saat terjadi keruntuhan Majapahit banyak pelarian yang menetap di daerah tersebut, namun di sana sudah ada kelompok masyarakat yang hidup secara teratur (Kusumadinata, AA, 2015). Yang kedua cerita tentang Roro Anteng dan Joko Seger. Nama Tengger berasal dari gabungan Roro Anteng dan Joko Seger, yakni “Teng” dari kata Anteng dan “Ger” dari kata Seger. Jadi, nama suku tengger berasal dari gabungan Roro Anteng dan Joko Seger.

Cerita yang sangat kental di masyarakat adalah versi yang kedua. Roro Anteng  dikisahkan seorang putri dari Raja Majapahit dan raja yang pindah ke Gunung Brahma (Gunung Bromo) karena kalah dari putranya. Diberi nama Roro Anteng karena pada saat dilahirkan terdapat keanehan, saat itu Roro Anteng tidak menangis. Akhirnya diberilah nama Anteng dari bahasa Jawa yang berarti tenang. Sementara itu, tidak jauh dari rumah Roro tinggallah juga seorang bayi yang bernama Joko Seger. Karena saat lahir banyinya menangis dengan suara yang keras, akhirnya dinamailah bayi itu dengan Joko Seger. Seger berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti segar atau makmur.

Lambat laun, tumbuhlah kedua bayi itu. Roro Anteng menjadi seorang gadis yang cantik dan Joko Seger menjadi pemuda yang tampan. Sebenarnya banyak perjaka yang ingin meminang Roro Anteng, akan tetapi tidak satupun pinangan diterima. Usut punya usut, ternyata Roro Anteng dan Joko Seger saling mencintai. Tidak lama kemudian, keduanya menikah dan menetap, juga membangun pemukiman baru. Akhirnya daerah desa itu dinamai Tengger yang berasal dari gabungan dua nama mereka yakni Anteng (Teng) digabung Seger (Ger) menjadi Tengger.

Akan tetapi, sudah dua puluh lima tahun menikah Roro Anteng dan Joko Seger belum juga memiliki keturunan. Karena memiliki keinginan yang kuat untuk memiliki keturunan, akhirnya Joko Seger bertapa di Watu Kuta meminta kepada Sang Hyang Widhi supaya diberi keturunan. Bahkan untuk lebih meyakinkan dewanya, Joko Seger bersumpah bila dianugerahi 25 orang anak, salah satu dari anaknya akan dipersembahkan ke kawah Gunung Bromo. Usai Joko Seger mengucapkan sumpahnya, muncul jilatan api dari kawah Gunung Bromo. Kemudian, tiba-tiba Roro Anteng mengandung.
Roro Anteng teryata melahirkan anak kembar laki-laki, di tahun berikutnya juga seperti itu sampai berjumlah 25 orang anak. Sampai pada akhirnya Joko Seger terlena, dan lupa akan sumpah kepada dewanya, yang mengatakan akan mempersembahkan salah satu dari kedua puluh lima anak-anaknya.

Pada di suatu malam, Dewa mendatangi Joko Seger dalam mimpinya, dia menegur dan meminta janji yang telah diucapkan kala itu untuk segera ditepati. Setelah itu Joko Seger dilema dan berusaha meminta pengertian juga solusi kepada istrinya–Roro Anteng. Akhirnya Joko Seger menceritakan juga kepada anak-anaknya, akan tetapi semua tidak ada yang ingin dijadikan sesembahan kecuali anak bungsunya–Jaya Kusuma.
Akhirnya Jaya Kusuma menceburkan diri ke dalam kawah Gunung Bromo. Hal tersebut dilakukannya sebagai persembahan kepada sang Dewa untuk memenuhi janji dan sumpah Joko Seger kepada dewa. Akan tetapi, sebelum Jaya Kusuma menceburkan diri, dia meminta penduduk agar mempersembahkan hasil bumi pada tanggal 14 bulan Kasada ke kawah Gunung Bromo.
Untuk menghormati sekaligus mengenang arwah leluhur, akhirnya penduduk Tengger selalu melakukan pengorbanan atau sesembahkan hasil bumi pada hari ke 14 bulan Kasada dengan melemparkannya ke dalam kawah Gunung Bromo. Hingga pada akhirnya, hal ini menjadi suatu tradisi tahunan masyarakat Tengger yang dinamakan upacara Kasada.

Komentar

Dalam upacara Kasada yang dilakukan oleh suku Tengger di tiap tahunnya selain sebagai menghormati leluhur, atau pun mengungkapkan rasa syukur, dan melestarikan budaya, kegiatan upacara Kasada juga memberikan dampak positif terhadap perkembangan maupun daya tarik perpariwisataan. Hal tersebut dapat dicermati, sebagai wilayah pariwisata yang termasuk dalam Taman Nasional Bromo Tengger, tentunya kegiatan upacara Kasada juga menjadi objek yang dapat menarik perhatian turis lokal maupun mancanegara.

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa disetiap umat Hindu melaksanakan upacara Kasada, masyarakat sekitar yang berbeda agama pun turut andil menyaksikan prosesi tersebut. Tidak hanya dari wilayah kabupaten dan Kota Probolinggo, akan tetapi sudah mencakup wilayah internasional.

Fungsi bagi masyarakat setempat

Dari kegiatan upacara Kasada yang dilakukan oleh Suku Tengger dapat diamati bahwa kegiatan tersebut memiliki banyak fungsi bagi masyarakat setempat. Salah satunya yakni sebagai ucapan syukur kepada Yang Kuasa, kemudian menghormati leluhur tentunya Roro anteng dan Joko Seger juga orang-orang yang telah hidup pada masa dahulu, kemudian berfungsi sebagai pelestarian budaya Tengger. Karena dalam upacara Kasada biasanya terdapat pertunjukkan tentang asal asul suku Tengger, ritual doa-doa, dan ritual tari yang selain sebagai sesembahan kepada Sang Hyang Widhi juga berfungsi sebagai penarik minat dan perhatian terhadap wisatawan lokal maupun mancanegara.

Selain itu, upacara Kasada juga berfungsi sebagai kerekatan tali silaturahi warga Tengger. Hal ini bisa diamati bagaimana cara masyarakat Tengger mempersiapkan upacara enam kali sebelum upacara Kasada. Masyarakat Suku Tengger terlihat saling mengayomi, dan memiliki rasa kekeluargaan yang sangat lekat.

Penutup
Kesimpulan

Upacara Kasada dilaksanakan di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Upacara Kasada merupakan tradisi suku Tengger di Kabupaten Probolinggo, Lumajang, Pasuruan dan Malang sebagai ungkapan syukur.  Upacara Kasada dilakukan pada hari ke-14 dalam kalender Jawa yakni bulan Kasada.
Masyarakat Tengger mempunyai ritual sendiri, dua hari menjelang Upacara Kasada masyarakat Tengger memadati Pura Luhur Poten untuk menyiapkan ritual pembuatan sesaji.

Selain menyiapkan ritual sesajen, ada satu persiapan lainnya sebelum melaksanakan upacara Kasada yakni ritual doa-doa dan tari, yang bertujuan untuk mengundang para dewa hadir dalam upacara Kasada dan berkenan untuk keseimbangan di dunia dan akhirat. Setelah itu baru sesajen disucikan, warga suku Tengger mengarak sesajen lalu melemparkan ke dalam kawah sebagai pengantar harapan akan hidup yang lebih makmur.

Tradisi upacara kasada bukanlah tradisi yang semena-mena ada, akan tetapi upacara Kasada adalah sebuah upacara untuk menghormati leluhur suku Tengger. Yakni cerita tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang mempersembahkan anak sulungnya kepada dewa, hingga dikenal dengan upacara Kasada.

Daftar pustaka

Kusumadinata, AA. (2015). Proses Enkulturasi Dalam Budaya Entas-Entas, Praswala Gara,
Dan Pujan Kapat (Sistem Sosial Lokal: Antar Etnis Kabupaten Probolinggo). Jurnal
Komunikatio, 20.

Harmoni Kasada di Bromo, Inside Indonesia dalam CNN Indonesia, diakses pada 28
November 2018.

Hikmatul Ika

Manusia yang menyukai dunia kepenulisan, baik sebagai blogger dan Pengarang.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form