Secangkir Emosi Ayane dalam Novel Dosa Malaikat (Salvation Of A Sant) karya Keigo Higashino

Kopi–memangnya siapa sih yang enggak suka minuman satu ini? Apalagi jika kalian merupakan anak indie. Sebab senja dan kopi adalah sepasang kenikmatan di dunia, haha. Eh, itu hanya katanya sih! Kalau saya pribadi memang suka keduanya, tapi belum pernah menikmatinya secara bersamaan. Enggak tahu kalau besok, bila ada kesempatan.

Ngomong-ngomong soal kopi nih, saya tidak akan mendeskripsikan bentuk, warna, kandungan dan lain-lain. Sebab kali ini saya ingin membahas salah satu kasus pembunuhan dari secangkir kopi.

Hayoloh pecinta kopi, hati-hati yaaa hehehe jangan sampai jadi korban sianida selanjutnya, ups! Namun sayangnya, kasus ini tidak seperti kasus kopi sianida yang pernah heboh pada masanya. Kendati dengan kasus dan melalui media yang sama.

Sebab kasus kali ini, berasal dari salah satu karya Keigo Higashino berjudul Dosa Malaikat (Salvation Of A Sant). Lantas bagaimanakah kisahnya?


Review Novel Dosa Malaikat (Salvation Of A Sant) karya Keigo Higashino

Identitas Buku

Judul Novel     : Dosa Malaikat (Salvation Of A Sant)

Pengarang       : Keigo Higashino

Penerbit          : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan           : Pertama, 2021

Tebal               : ±  352 hlm.

Secara garis besar Novel Dosa Malaikat bercerita tentang ditemukannya seorang direktur perusahaan IT yang tewas di rumahnya sendiri. Pihak kepolisian menduga bila dia tewas setelah meminum kopi yang dibuatnya sendiri. Pasalnya, dalam investigasi tersebut kepolisian menemukan adanya kandungan arsenik.

Pada awalnya, mereka menduga bila sang korban melakukan bunuh diri. Namun kehadiran seorang saksi mata yang menemukan tewasnya direktur tersebut memberikan asumsi lain. Sebab polisi merasakan hubungan yang tidak wajar pada keduanya.

Kendati demikian, setelah meminta keterangan saksi tersebut, polisi belum menemukan motif pasti. Apakah Direktur IT yang bernama Mashiba Yoshitaka ini melakukan bunuh diri atau dibunuh? Apalagi kasus menjadi semakin rumit ketika pihak kepolisian tidak menemukan taktik pembunuhan tersebut, jika kasus tersebut memang pembunuhan. Di sisi lain, jika memang bunuh diri pun tidak ada bukti jejak keberadaan arsenik.

Fyi... Yoshitaka pada dasarnya sudah menikah, tapi saat itu sang istri–Mita Ayane tengah berkunjung ke rumah orang tuanya. Kemudian saksi mata dalam kasus ini bernama Wakayama Hiromi merupakan murid Ayane.

Ayane sendiri dapat dikatakan sebagai pengerajin kain perca dan mempunyai tempat pelatihan untuk kelas kain perca yang dibantu oleh Hiromi. Hubungan Ayane dan Hiromi sangat dekat. Saat ada acara makan-makan, Hiromi selalu mendapat undangan dari Ayane. Bahkan, dia sangat dipercaya Ayane. Sehingga pada saat Ayane ingin ke rumah orang tuanya, dia menitipkan kunci cadangan kepada Hiromi. Dia juga meminta bantuan untuk sesekali mengecek sang suami bila dikemudian waktu membutuhkan bantuan.

Pada dasarnya rasa percaya dan permintaan tolong Ayane kepada Hiromi sebatas hal lumrah saja. Namun bagaimana jadinya, bila hal tersebut malah menempatkan Hiromi sebagai pelaku dalam kasus ini?

Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, Yoshitaka ditemukan tewas oleh seseorang dan orang itu tak lain adalah Hiromi. Saat itu Hiromi memberikan kesaksian bila Yoshitaka tidak bisa dihubungi, sehingga dia berupaya mengecek keadaan Yoshitaka dan menemukannya telah tergeletak dengan tumpahan kopi.

Ngomong-ngomong, kesaksian itu menimbulkan berbagai pertanyaan dari kepolisian. Seperti halnya, mengapa Hiromi repot-repot mengecek keadaan Yoshitaka yang notabene merupakan orang dewasa dan suami gurunya atau apakah hal tersebut hanyalah upaya Hiromi sebagai murid setia Ayane?

Alasan Hiromi ketika memberikan kesaksian bila Yoshitaka tidak dapat dihubungi pun menjadi tanda tanya besar kepolisian. Hingga pada akhirnya, firasat dari beberapa detektif pun terbukti bila Yoshitaka dan Hiromi merupakan sepasang kekasih.

Utsumi Kaoru–salah satu detektif perempuan yang menangani kasus ini sudah mengendusnya sejak awal. Dia juga berpendapat, bila Hiromi tidak mungkin membunuh seseorang yang dicintainya, terlebih kini dia telah berbadan dua. Dia malah mencurigai Ayane dan mencoba mencari bukti konkretnya.

Akan tetapi, sang senior Utsumi yakni Detektif Kusanagi malah berpikir sebaliknya. Dia beranggapan Ayane bukanlah sang pelaku sebab mempunyai alibi yang kuat, sedangkan Hiromi dalam pandangan Kusanangi begitu banyak menyimpan misteri. Ada kemungkinan hal tersebut pun dipengaruhi oleh rasa kekaguman Kusanagi kepada Ayane yang dianggapnya sebagai wanita idamannya.

Detektif Utsumi dan Kusanagi seperti satu koin dengan sisi yang berbeda. Oleh sebab itu, keduanya mempunyai cara masing-masing dalam memecahkan kasus ini. keduanya saling memperkuat dan mencoba membuktikan fakta dari pandangan masing-masing.

Setelah Utsumi menyadari bila dia tidak bisa berpikir sejalan dengan Kusanangi yang sedang kasmaran terhadap “pelaku”. Detektif wanita tersebut itupun akhirnya meminta bantuan kepada teman kampus serta sahabat Kusanangi. Dia seorang dosen dan sering pula ikut dalam penyelidikan yang ditangani Kusanagi. Seorang dosen tersebut bernama Yukawa.

Dalam penyelidikan tersebut, menurut saya Yukawa lebih berpikir jernih daripada kedua detektif yang saling beradu pandangan itu. Yukawa tidak memihak pada keduanya, dia netral dan begitu objektif dalam memberikan bantuannya, serta fokus terhadap objek investigasi yang sedang dilakukan.

Ketika Utsumi dan Kusanagi sering pening memikirkan dan mencari bukti-bukti sedekian rupa, tapi mereka tidak menemukan fakta baru yang dapat mengembangkan kasus tersebut. Mereka seperti terus berjalan di jalan buntu dan hampir menyerah. Namun, dalam keadaan genting tersebut akhirnya Yukawa, Utsumi dan Kusanagi akhirnya dapat menyatukan pendapat dan dapat memecahkan kasus tersebut.

Kasus kali ini berdasarkan temuan investigasi bukanlah kasus bunuh diri, melainkan pembunuhan yang dilakukan oleh sang istri yakni Ayane. Hal tersebut dilatarbelakagi oleh adanya rasa tidak adil atau pembelaan diri dari sang pelaku yang merasa ditindas dan tidak dihargai sebagai istri.

Fakta gilanya adalah karena Ayane tidak bisa mempunyai keturuanan yang idam-idamkan Yoshitaka, sedangkan Yoshitaka begitu menginginkan seorang anak. Pada awalnya keduanya telah sempat membuat janji, bila selama setahun pernikahan mereka tidak mempunyai anak maka mereka harus berpisah.

Sejak perjanjian itu, Ayane meletakkan bubuk arsenik ke saluran air di dapur. Ayane yang sudah tahu kondisinya kurang “subur” tersebut telah merencanakan hal itu sedemikian rupa kepada Yoshitaka. Fyi, selama ini dia tidak menggunakan air dari kran, tapi selalu menggunakan air mineral dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Jangan tanya, apakah setahun terakhir Yoshitaka tidak menggunakan kran sama sekali? Hal itu karena Ayane begitu mendedikasikan dirinya sebagai istri dan melakukan kepentingan rumah tangganya sendiri. Dia begitu melayani sang suami.

Hingga pada puncaknya Yoshitaka membahas perjanjian tersebut dan mengetahui hubungannya dengan Hiromi sepertinya membuat Ayane tertekan. Dia menyediakan alibi sedekian rupa dan meluapkan emosi yang ditahannya selama ini.

Namun fakta yang lebih menyesakkannya lagi adalah tentang masa lalu Yoshitaka dengan sang mantan kekasih. Dalam hal ini bedanya, sang mantan memutuskan bunuh diri dengan bubuk arsenik setelah mengetahui Yoshitaka berhubungan dengan Ayane. Fyi, Ayane dan sang mantan kekasih adalah sahabat. Perasaan kecewa sang mantan yang tidak bisa memberikan Yoshitaka keturunan, pun mengetahui hubungan rahasia mereka membuatnya depresi dan memutuskan mengakhiri hidup.

Sebelum benar-benar mengakhiri hidupnya, sang mantan sempat mengirimkan sisa bubuk arsenik kepada Ayane. Seolah-olah dia memberikan sinyal bila suatu saat, Ayane juga akan membutuhkan arsenik tersebut. Sebab tanpa dinyana sebagai sahabat mereka tahu rahasia masing-masing. Jadi enggak perlu heran lagi, dari mana asal Ayane mendapatkan bubuk arsenik tersebut yaaa.

Dalam kasus Ayane ini bedanya, dia tidak melakukan bunuh diri setelah mendapatkan perlakuan “kurang menyenangkan” dari Yoshitaka. Dia malah memberikannya kepada Yoshitaka seperti berupaya memutus rantai ketidakadilan bagi wanita.

Dalam hal ini, sepertinya Ayane tidak benar-benar mengkambinghitamkan Hiromi. Adakalanya mungkin dia sempat kecewa, karena sang murid yang dipercayai telah menikungnya. Bahkan, mempunyai anak dari suaminya. Sebab Ayane tidak meminta Hiromi untuk menggugurkan kandungannya tersebut dan malah meminta Hiromi untuk tetap menjaganya. Kendati hubungan keduanya tidak akan sama lagi seperti sedia kala.

Well... begitulah kisah dari Dosa Malaikat karya Keigo Higashino. Sejujurnya sebagai pembaca dan sebagai perempuan saya juga merasa geregetan dan begitu emosional dengan Yoshitaka. Perlakuan Yoshitaka kepada beberapa perempuan membuat saya pun ikut terintimidasi. Seolah-seolah, posisi perempuan hanya sebagai pabrik anak. Padahal, makna pernikahan itu bukan seperti itu yaa ‘kan?

Memang sih, jika sudah menikah siapa coba yang tidak ingin mempunyai keturunan? Namun kita yang sebagai manusia tidak sempurna ini, hanya bisa pasrah dan menunggu rizeki dari Tuhan apakah rizeki (anak) itu akan datang atau tidak, kita tidak mempunyai ketetapan untuk itu, right?

Perlakuan Yoshitaka terhadap beberapa perempuan membuat saya geram. Saya menjadi tidak yakin bila korban Yoshitaka bukan hanya sang mantan dan Ayane saja. Sebab bisa jadi, ada korban perempuan  sebelum mereka berdua. Enggak tahu kenapa saya seyakin ini, haha. Sebab yang saya tahu hal yang sudah dilakukan sebagai kebiasaan itu memang susah untuk tidak dilakukan kembali atau tidak diulangi lagi.

 

Hikmatul Ika

Manusia yang menyukai dunia kepenulisan, baik sebagai blogger dan Pengarang.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form